Kewenangan KSSK pada Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Perlu Aturan Main
Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP. Foto : Arief/Man
Dampak ekonomi akibat pandemi Corona (Covid-19) memerlukan upaya yang extraordinary. Upaya ini terllihat pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang membeberkan kewenangan yang sangat besar kepada Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP menilai, hal tersebut memerlukan aturan main yang perlu dibuat syarat dan ketentuan dalam pelaksanaannya.
“Pada kesempatan siang ini, saya minta kewenangan yang ditambahkan kepada Kemenkeu, OJK, BI dan LPS dalam Perppu (Nomor 1 Tahun 2020) itu, syarat dan ketentuannya dibuat sekarang. Jangan saat dibuat kewenangan tersebut dilaksanakan barulah dibuat justifikasi, barulah kasih syarat dan ketentuan," kata Dolfie dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI secara virtual dengan Menteri Keuangan, Senin (6/4/2020).
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini merujuk pada sejumlah pasal pada Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Dalam Pasal 15 ayat 1 poin a, mengatakan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diberikan kewenangan menetapkan skema pemberian dukungan oleh Pemerintah menetapkan skema pemberian dukungan oleh Pemerintah.
“Ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat menjalankan ini mohon dapat disampaikan sebelum ini dilaksanakan, sehingga kita benar-benar bisa yakin protokol ini bisa terhindar dari moral hazard. Ada kredibilitasnya. Kan kita sudah punya pengalaman-pengalaman lalu, dalam hal BLBI, Bank Century, dimana justifikasinya kemudian menjadi kabur," imbuh Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.
Sebagaimana dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Dolfie mengatakan bahwa Pemerintah setidaknya membutuhkan tambahan pembiayaan sebesar Rp 545 triilun, yang berasal dari sejumlah pihak dan sumber dana yang dikuasai negara. Namun dirinya mengingatkan, besaran sumber dananya harus diperjelas.
“Kita perlu diberikan gambaran nilai-nilainya maksimum berapa dari dana abadi pendidikan, BLU dan BUMN. Kemudian jika utang dalam APBN 2020 beban utang yang ditanggung mencapai Rp 382 triliun. Nah, apakah kewajiban ini tidak bisa direstrukturisasi sehingga bisa mengurangi beban pembiayaan dalam pembayaran utang, apakah ditunda, atau adakah peluang itu dalam kondisi krisis sekarang ini,” tanya Dolfie.
Terkait dengan program prioritas dalam penanganan Covid-19, Pemerintah harus mengutamakan penanganan kesehatan. Legislator dapil Jawa Tengah IV itu juga sempat mempertanyakan soal sejauh mana tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit dapat diprioritaskan. Menurutnya, tunggakan tersebut bisa dituntaskan 80 persen, sehingga rumah sakit yang melayani pasien-pasien Covid-19 memiliki keberdayaan.
"Sekarang RS itu cashflow-nya sudah sulit dalam menghadapi wabah Covid-19, sementara mereka sendiri berdarah-darah dalam cashflow. Mohon ini juga diprioritaskan, karena toh sudah ada Keputusan MA (Mahkamah Agung), kalau iuran dapat kembali seperti semula, dan tahun ini Direksi BPJS-KS sudah dalam proses pergantian, mumpung ada momentumnya mungkin 80 persen tunggakan bisa diselesaikan dulu," tandasnya. (alw/sf)